Selasa, 21 Maret 2017

Memperhatikan

Semua yang kita lihat belum tentu sama dengan yang kelihatan.

Maksudnya?
Ada hal yang tak nampak dari sesuatu yang nampak sehingga kita perlu memperhatikan. Bukan lagi melihat.
Memperhatikan itu lebih dari melihat dengan dua mata, bisa melibatkan indra lain. Pikiran, perasaan, sentuhan, dan pendengaran.

Melihat adalah pandangan sekilas. Nyaris tidak mendapat informasi apa-apa. Atau minim informasi gitu.

Sementara memperhatikan itu kita mendapatkan informasi lebih banyak dan lebih mendalam.

Manfaat memperhatikan adalah mengaktifkan pendengaran, perasaan,dan  pikiran sehingga kita mengolahnya menjadi sebuah pemikiran, tumbuh kekaguman, simpati bahkan empati.

Dampak yang lebih jauh lagi adalah meningkat pada tindakan.
.
Kita memperhatikan ketika tertarik akan sesuatu benda atau peristiwa.
Kebiasaan memperhatikan itu baik untuk otak kita. Menurutku sih mencerdaskan.
Pemikiran kita berkembang dan melebar karena terbiasa mencerna suatu informasi sederhana yang tertangkap oleh indra penglihatan. Otak pun bisa bekerja lebih cepat, sebab neuron otak semakin rapat sehingga impuls yang terjadi jauh lebih cepat. Koneksinya menjadi super cepat.
.

Menurutku sih menjauhkan diri dari pikun. Hehe.
Yang jelas sih ya, dunia ini luas. Teramat luas. Dan kita itu sangat kecil dibanding dunia seisinya ini.
Rasanya rugi bila kita membatasi diri hanya dengan melihat tanpa memperhatikan.
Rasanya sayang hidup kita yang singkat ini hanya tahu sedikit hal.

Sementara dunia bisa kita genggam dengan memperhatikan.

"So, look at all around us, hear and then bring it into our mind and feeling"


Keep Writing

If you don't write when you don't have time, you won't write when you do have time." said Mac Ganne, an author.

Bila diartikan secara luas adalah "tidak usah mencari alasan." hehe.
Bener kan?
Ya iyalah.
Menulis di atas adalah our task-must to do. So we must do that which we have or have't time.

Memaafkan diri sendiri terus-menerus atau terlalu memaafkan diri sendiri atas kealpaan/kelalaian/keteledoran/kecerobohan sama saja membuat diri kita rendah. Tak berarti, tak berkualitas, dan tentu menjadi biasa-biasa saja.

Kita harus memaksa diri bisa, agar diri kita terbiasa tertib, bekerja keras, dan mempunyai tujuan serta target yang jelas.

Tugas atau target yang kita buat harus ditaati. Kalau perlu beri hukuman pada diri sendiri, dengan menulis dua kali lebih panjang, misalnya.

Buat apa bikin target atau tugas bila tidak ditaati. Buang-buang waktu saja, bukan?
Menyusun target tentu butuh waktu dan pemikiran. Rugi bila disia-siakan.

Yang bila dilaksanakan, kita mendapat kemajuan luar biasa.

Hal yang perlu disadari adalah, jangan sepelekan hal kecil yang kita lakukan. Bila itu bagian dari kemajuan.

Hargai diri sendiri dengan tertib dan disiplin.
Teguh pendirian pada hal yang telah kita tetapkan.
Dan nikmati hasilnya sebagai bonus jerih payah kita.

Kamis, 16 Maret 2017

Kenangan : Bapak 3

Kenangan Bapak 2
.
Kenangan Tentangnya

Aku ingat sekali waktu sepulang sekolah, aku mengeluh pada bapak karena nilai ulangan al jabar ku sangat jelek. Padahal al jabar itu mudah. Lampu mati berkali-kali saat ulangan harian berlangsung sehingga mataku yang silau tidak bisa melihat soal matematika yang ada di papan tulis. Bapak lalu membawaku ke optik milik guru agamaku. Tidak ada kata atau raut wajah marah sama sekali. Atau kalimat menyalahkan atas kebiasaanku membaca dengan posisi yang tidak benar atau kurang terang.
Ah, rupanya aku minus 1, 25. Pantas saja.

Saat kami duduk menunggu, tanpa sengaja aku melihat lubang di bagian punggung bajunya. Hatiku langsiung trenyuh. Perasaabn tinggi hati tlangsung jatuh berdebam.
"Ya Allah, selama ini aku terlalu menuntut semwntara bapak nyaris tidak mempedulikan keadaan dirinya sendiri."

Aku menyadari, abapak sangat menyayangiku, memprioritaskan kebutuhan keluarganya dibanding kebutuhannya sendiri.

Pernah mendengar bapak bicara, " Yang penting adalah kebutuhan kalian tercukupi."
Aku juga menyadari saat itu keadaan finansial bapak sedang sulit karena sedang berjuang membuat rumah tembok.

Aku juga ingat saat mendaftar ulang, kehilangan sepeda jengki baru yang rencananya akan menjadi alat transportasi ku dan kakakku. Waktu itu, harga sepeda 200 ribu rupiah. Mahal lho. Jadinya, aku pulang berjalan kaki. Jauuh dan cape sekali.

Sepanjang jaan aku menghapus air mata yang tidak henti menetes. Hatiku sangat kesal, kecewa, marah pada diri sendiri, sekaligus takut kena marah. Bagaimana bisa sepeda sudah dikunci bisa hilang.

Nyatanya, saat sampai di rumah, setelah mendapat cerita dari ibu. Bapak hanya bertanya bagaimana itu bisa terjadi. Tidak ada marah atau mengomel. Alu tenang jadinya. Tetepi dampaknya, terpaksalah aku sekolah dengan berjalan kaki, kadang kalau ingin cepat membawa sepeda miniku.

Aku beajar tidak malu dari bapak. Bukan harta yang membuat kita pintar tetapi kemauan dan kerajinan kitalah membuat kita berkualitas.

Aku menyadari bapak dan ibuku bisa menahan diri dari marah kepadaku karena aku paling berbeda dari ketiga saudaraku. Selain bulan lahir yang berbeda sendiri, watakku juga begitu. Aku berkeinginan keras dan sulit ditaklukkan. Marah bukan cara tepat untuk menaklukkanku.

Peristiwa itu memberiku pelajaran hidup,  amarah atau mengomel tidak akan menyelesaikan masalah toh sudah terjadi. Yang terpenting kemudian apa yang harus dilakukan kemudian. Harta itu titipan, dan bisa dicari. Tetapi melukai hati tentu sma dengan menancapkan pedang. Seorang tetangga mencoba mengajak bapak menelusuri keberadaan sepedaku namun, hasilnya nihil.
.

Bapak mempunyai kebiasaan mengaji Al-Qur'an selepas shalat maghrib. Kami kadangkala mengabaikan ajakannya untuk ikut serta. Dan Bapak tetap teguh pendirian pada kebiasaannya itu.. .mudah-mudahan menjadi wasilahnya nanti. Aamiin.
.
Garis mukaku sangat mirip dengan bapak. Ini membuatku sedikit bangga karena mewarisi hidung yang lumayan lancip.
Ketika bertemu orang dewasa lain saat di jalan seringakli mereka bertanya, "Putrinya Pak Zarkasi ya?" Aku hanya mengatakan iya. Darimana mereka tahu? Oh iya tentu saja karena kemiripanku dengannya, dan lagi bapakku seorang guru yang waktu itu masih segelintir saja. Tentu dikenal banyak orang.
.
Karena Bapaklah aku bersikap baik. Saat hendak melenceng pada prinsip agama, aku teringat padanya hingga urung melakukan. Pada intinya mengingat bapak, menjadikanku menjaga sikap dan tingkah lalku.
.
Kini setelah bapak tiada, beberapa kali aku bertemu dengannya di dalam mimpi. Selalu sedang melakukan suatu aktivitas yang dahulu sering dilakukannya. Tawa tanpa suara dan tanpa bicara. Kemudian menghilang begitu saja.

Semenjak hari meninggalnya hingga kini, aku hanya mampu mengenangnya dan menguntai do'a.

Allahu Rabbi...betapa aku baru menyadari bahwa bapaklah yang mengenalku lebih dari diriku sendiri. Dan bapaklah yang mempercayaiku lebih dari rasa percaya diriku.
Allahumaghfirlahu warhamhu wa'afini wa'fu'anhu....
Ya Allah, amouni dosa-dosa bapakku, orang yang tidak kusadari telah menanamkan prinsip dan harkat. Terangilah dan luaskan kuburnya. Berilah teman shalih, dan tempatkan ia di tempat yang layak di sisi-Mu. Aamiin ya Rabbal 'aalamiin.
TA

Kenangan : Bapak 2

Kenangan : Bapak 1
.

Aku tidak tega melihat ibu menangis terus-menerus. Meski ada kerabat yang menghibur namun pedih di hati tetap saja ada. Kasihan lagi ketika ibu bahkan tidak berani menjenguk bapak di ruang Intensive Care Unit (ICU). Sementara aku masih kuat meski hati sangat sedih. Aku menunggui Bapak, berdoa di sampingnya.

Melihat kondisinya yang lemah, aku semakin pilu. Tidak pernah bapak sakit sampai seperti ini. Paling hanya masuk angin, dikerok dan segera sembuh. Atau hanya batuk dan pilek saja. Sengengetahuanku Bapak kuat, nyaris tak pernah mengeluh dan nyaris tak pernah marah.
.
Kenangan saat aku kecil

Bapak seorang guru sekolah dasar di kampung. Begitu juga ibu. Setiap pagi mereka berdua, sibuk menyiapkan makan, mengurus ternak ayam dan bersiap untuk pergi mengajar.

Sepulang mengajar, melakukan kegiatan lain seperti mengurus kebun, mencari rumput untuk kambing, mengumpulkan kayu bakar untuk memasak, atau memetik kelapa untuk dijual. Yang jelas, Bapak adalah orang yang bisa diandalkan.

Profesi guru pada zaman itu masih bisa dihitung dengan jari maka profesi guru memberi pengaruh , dihormati dan secara personal bapak disegani.

Zaman bapakku dulu, untuk menjadi guru harus menempuh pendidikan Sekolah Pendidikan Guru (SPG) yang ada di kota kabupaten. Jarak dari rumah ke sekolah sekitar 10 km. Ditempuh dengan berjalan kaki. Setiap pagi berangkat sambil memikul kayu bakar untuk dijual. Uangnya digunakan untuk memenuhi kebutuhan sekolah maupun rumah, membantu orang tua. Berdua bersama adik bapak mengenyam pendidikan guru.
Waktu itu sepeda adalah barang mahal. Apalagi kendaraan bermotor dan mobil. Hanya juragan kaya yang mampu membelinya.

Berprofesi sebagai guru dianggap berduit karena ada pendapatan tetap yang diterima tiap awal bulan.  Padahal sebenarnya hanya kepastian pendapatan saja tiap bulannya dan tambahan jatah beras pera, jenis IR64. Sebabnya ada saja tetangga yang meminjam tanpa mengembalikan meki batas pinjam yang ia janjikan sudah lewat. Apa bapak mau menagih? Tidak tentu saja. Bapak tidak akan tega karena menganggap meminjam berarti sedang membutuhkan.
.
Kehidupan Bapak Waktu Muda

Bapakku orang yang sangat sederhana. Jiwa pejuangnya diperoleh dari bapaknya, yaitu kakekku. Seorang buruh tambang degan gaji sangat minim untuk mencukupi keluarganya. Kehidupan sederhananya menempa mental tabah dan a,bersyukur, menerima apa adanya. Tidak menuntut macam-macam dan tetap jujur.

Bersambung

Kenangan : Bapak 1


Diam-diam Mengajarkan Prinsip dan Harkat

Perasaan kehilangan mungkin dimiliki oleh semua orang. Kehilangan beƱda, hewan piaraan, atau orang yang disayangi. Pada intinya, perasaan kehilangan itu muncul karena ada rasa sayang yang terputus.
Kehilangan memancing perasaan sedih yang mendalam, yang mungkin akan terkenang-kenang hingga waktu yang lama.

Perasaan itulah yang aku alami, sesekali muncul di kehidupan sekarang. Perasaan kehilangan pada sosok "hero", bapakku yang meninggal sepuluh tahun lebih lalu. Dan aku selalu ingat, hari itu adalah hari jumat.
Mengapa demikian?
Karena perginya begitu tiba-tiba.
.
Aku menjalani Kuliah Kerja Nyata (KKN) selama 2 bulan dan tidak pulang ke rumah. Setelah selesai, aku pulang ke asrama. Belum sempat aku pulang ke rumah, tiba-tiba sebuah telepon mengejutkanku.
"Mbak, yang tenang ya!" Begitu suara di ujung telepon. Suara paman, suami dari adik ibukku. Tentu saja aku bertanya, "Ada apa?"
"Tapi yang tenang ya mba!"
Huh, tentu saja malah bikin aku tegang, "Ada apa sih, Oom?"
"Bapak jatuh dari pohon, saat tebang ranting. Tetapi sekarang sudah ada di rumah sakit kabupaten. Kalau bisa pulang, pulanglah. Hati-hati ya, tidak usah ngebut." Begitu pesan si Om. Suaranya dibuat setenang mungkin seolah everything  is okay.

Aku tidak pernah tahu bahwa saat itu adalah saat-saat terakhir bertemu bapak.
Aku mengendarai motor dengan gundah, menempuh perjalanan kurang lebih 30 km dan alhamdulillaah sampai tujuan dengan selamat satu jam kemudian.  Di sana sudah ada ibu yang mukanya sembab. Ibu langsung mengajakku masuk ruang UGD.

Sore, sekitar pukul 16.00  sampailah berita bahwa di rumah sakit kabupaten ini dokter sedang tdk available. Jadi keluarga memutuskan untuk membawa bapak ke rumah sakit di kota propinsi, dengan harapan segera ditangani. Rumah sakit ini lebih dekat dengan asramaku. Apapun itu, mau kritis atau tidak, prosedur rumah sakit tetap dijalani.
Dan aku sedih mendengar kabar bahwa kesadaran bapak kian menurun. Hal ini disebabkan oleh gumpalan darah yang menyumbat pembuluh di otak akibat benturan benda keras saat terjatuh.
.
Singkat kata, ada dua opsi kala itu. Membiarkan gumpalan itu tetap ada di kepala atau melakukan operasi untuk mengambilnya dengan resiko nyaris sama dengan membiarkannya. Gagal-berujung pada maut.

Waktu itu menjelang maghrib, aku menemani ibu menemui dokter bedah di kediamannya.
Sebenarnya aku agak tersinggung ketika dokter tersebut mengatakan , "Jadi opsinya dua itu ya, Bu. Kalau mau operasi, saya siapkan semuanya. Semua terserah Ibu. Namun, jangan sampai menuntut apabila operasi ini tidak berhasil. Karena faktor keberhasilannya kecil, hanya 50-40%. Kalau berhasilpun, Bapak tidak bisa pulih seperti semula, keluarga harus sabar karena mentalnya yang kena. Kalau gagal, ya...." Kata dokter bedah itu sengaja menggantung kalimatnya sambil menunjukkan hasil rontgen kepala Bapak.

Aku tahu kelanjutannya. Aku menahan amarah mendengarnya. Paragrafnya bernada pesimis dan seperti menganggap masalah ringan. Ini menyangkut nyawa. Nyawa bapakku.
Apa yang harus aku lakukan dengan dua opsi yang sama-sama pahit itu? Waktu itu sangat mendesak. Harus segera mengambil tindakan. Jadi aku mengatakan ambil jalan operasi saja pada ibu saat minta pendapatku. Operasi adalah sebagai upaya penyelamatan. Daripada membiarkan gumpalan di kepala itu semakin menurunkan kondisi bapak. Haaah bagaikan buah simalakama. Aku saja harus menguat-nguatkan diri. Seolah keputusan itu benar adanya. Jujurnya sih begitu.

Hatiku hancur setelah ibu menandatangani surat perjanjian operasi itu. Aku sebenarnya tidak bisa memilih di antara dua. Jadi, aku tetap berharap pilihanku benar. Aku ingin bapakku sehat kembali. Aku hopeless. Aku merasa kalah. Dan aku harus menyerah, pasrah pada kehendak-Nya.

Aku ingin menangis tetapi tidak ada air mata yang keluar.
Operasi dilakukan malam itu juga. Hatiku bergetar menunggu kabar. Setelah 1,5 jam kemudian dokter mengabarkan kalau operasi berjalan lancar dan tinggal menunggu masa kritisnya lewat. "Ibu yang sabar, manusia hanya berusaha, Allah yang menentukan."
Aku sebenarnya tidak suka kalimat dokter itu. But...I can't do anything.
 .
Bersambung....

Rabu, 15 Maret 2017

Puisi Hujan edited


Akhir Penantian?

Peduli apa aku dengan hujan?
Bila hanya duka yang terus tumbuh
Berlampau sudah kususuri waktu
Melalui pagi, melalui senja
Melintasi siang pun malam kelam
Mengurut hari dari minggu ke minggu
Membilang tahun demi tahun

Deras hujan tak lagi penting bagiku
Ia hanya cuaca yang lewat
Bukan lagi hidup yang kutunggu

Lalu peduli apa aku dengan hujan?
Bila menjadi akhir dari penantianku?
.

Bekas  yang tersisa

Cerita telah sempurna
Kala air bah jatuh dari langit
Berkubik-kubik

Bersama itu cahaya super cepat melukis udara
Menjelaskan tempat kau berada
Seperti main petak umpet
Sekejap pula kau telah lenyap
Ditelannya

Menyisakan  bekas
Yang meruyak semua kenangan
Akanku dan akanmu

Sampai cerita usai
Aku tak lagi mampu menampung duka
Hingga kubenci hujan
Lebih dari benci kehilanganmu
.

Bau Hujan Gerimis

Bumi yang menua
Lembab oleh guyuran gerimis tipis
Menguar bau tanah yang lezat
Lebih lezat dari aroma brownis
Kesukaanku

Apa kau menciumnya juga
Bau yang terasa lebih dekat
Oleh bayu si pengembara?
Tentu tidak

Bau yang semakin mencekam kala malam telah dingin
Bau yang dekat
Bau yang yang tercium dari hidung pengarku

Bau akan gelap gulita
.

Pertemuan

Jangan pernah kau tanya luka
Bila tak pandai menjahit

Jangan pernah berteman gelap
Bila kau takut berdiam di dalamnya
Jangan pula berkawan mentari
Bila kau tak tahan kepanasan

Jangan  tanya malam
Bila kau mencari siang
Ia tidak bertemu di satu waktu

Namun,
Berkawanlah dengan warna
Agar kau temukan cinta
Yang lahir dari pertemuan




Selasa, 14 Maret 2017

Nyaman Menjadi Diri Sendiri



Resep bahagia: Nyaman menjadi diri sendiri



Siapa aku, siapa kamu, siapa kita?
Mencari jati diri bagi sebagian orang terus berlangsung hingga entah kapan. Mencari jati diri adalah proses mencari jalan menuju diri yang nyaman. Tentang siapa aku atau kamu terkait karakter yang hendak dibangun, menjadi jati diri.

Jati diri adalah identitas, yang akan dikenali oleh orang di luar diri kita. Karena teraktualisasi oleh berbagai tindakan kita berdasar karakter.

Kita adalah kita. Karakter kita terbentuk dari dalam diri kita dan lingkungan. Kita bisa memilih diri kita yang kita inginkan. 

Dari dalam diri misalnya dari hasil olah pikir dan rasa hingga akhirnya sampai pada kondisi yang cukup stabil. Inilah aku.

Sementara dari luar misalnya agama, keluarga, dan keadaan sosial berupa norma-norma.

Maka bertanyalah kepada dirimu, "Sudah nyamankah dengan dirimu?"
Saat kita sudah merasa nyaman dengan karakter yang kita miliki saat ini. Kita akan percaya diri, tidak minder, dan berani berekspresi. 

Orang yang nyaman dengan dirinya akan dirasa nyaman pula bagi orang lain yang berada di dekatnya. Jiwanya selalu optimis dan mampu melihat kondisi di luar dirinya. Mengapa? Karena ia sudah selesai dengan urusan di dalam dirinya.

Jadi wajar bila orang yang nyaman dengan dirinya adalah ciri orang yang bahagia.

Orang yang masih bertanya, "Siapa aku?" Bisa dikatakan masih labil. Bisa jadi disebabkan oleh suatu kondisi di dalam maupun di luar dirinya mengalami perubahan. Wajar. Sangat wajar, karena pemikiran kita berkembang bersama waktu. Kita terus 'tumbuh'.

Orang yang nyaman dengan dirinya bukan orang yang berjiwa stagnan. Justru sebaliknya, jiwanya terus berkembang, mekar bagaikan bunga. Berseri-seri. Namun berkarakter (stabil).

I berani 'ditatap' dan enak 'dipandang' oleh siapa saja. Bahkan kalau kau ingin tahu, daya tariknya itu merupakan pancaran dari jiwanya. Ia apa adanya, ia mengenal dirinya, dan ia nyaman dengan dirinya.

"Life is a long journey. So, live in your great soul."

Senin, 13 Maret 2017

Behind the scene

Sungai Kahayan atau disebut juga sungai dayak besar berada di  pulau kalimantan, tepatnya di Kalimantan Barat.  Sungai yang juga terkenal dengan nama Amazon Indonesia ini  punya sense appeal besar. Sungai ini membelah kota Palangkaraya yang indah.

Pulau Kalimantan adalah pulau eksotik. Dengan kontur dataran rendah dan dataran tinggi.  Dengan  sungai-sungai lebar juga lembah dan ngarai. Tentu sangat indah dan menarik untuk dikunjungi. Belum lagi ragam budaya yang menambah daya tarik Pulau Kalimantan.

Sungai Kahayan, begitu saja terlintas di benak saat menulis cerpen spontan tanpa outline. Pun nama Nyala yang menyeruak begitu saja dari anyaman neuron.
Makhluk Bernama Nyala adalah cerpen. Akan berkembang menjadi novel bila aku menginginkannya.

Tentu akan rumit cerita yang hendak kubuat karena aku belum pernah mengunjungi Kalimantan, tetapi di dalam feature-feature, aku sangat tertarik pada Borneo yang bentuknya mirip tokoh pewayangan di Jawa, Bagong. Tokoh yang kupakai adalah Nourma, gadis suku Dayak. Nyala, pendatang dari Sulawesi yang bekerja di kapal pesiar sungai Kahayan.

Siapa tokoh Nyala sebenarnya? Penasaran?  Hehe....
Ayo kita mainkan.

Tahukah bahwa sungai Kahayan itu sangat lebar? Lebarnya mencapai 500 meter dan kedalaman hingga 7 meter. Panjangnya hingg 600 km. Wow. Buat saya orang Jawa tentu lukisan cuplikan Indonesia ini menakjubkan. Aku bisa menangis haru bila keinginanku berkeliling Indonesia terpenuhi. Melihatnya langsung.

Kapan? Someday.

Ceritaku ini butuh riset panjang dan dalam. Tergerak oleh komentar dari seorang pengunjung lapakku di KBM FB. Bahkan ada yang membubuhkan jejak lope. Hehe, senang alhamdulillaah.
Nah, ternyata apresiasi teman itu mampu semakin menggelorakan gejolak yang sudah ada di dalam dada. Menyembul seperti genta, bertalu-talu di dalam benak.

Kahayan, dayak, borneo...I will come to you someday.

Perkampungan Sungai Kahayan nan eksotis. Sumber : Get.Borneo.com
Menarik bukan sungai Kahayan itu. Dan wisata susur sungai Kahayan pun sudah ada. Seru pastinya. Lihat kapalnya saja sudah membayangkan rasanya seperti apa.
Wisata susur sungai Kahayan. Sumber : Visit Borneo
Dari topografi udara, sungai Kahayan nampak seperti liukan ular besar di tengah padang rumput. Bagi saya yang jarang bepergian, pemandangan sepotong itu menakjubkan. Simak gambar berikut.
Topografi udara Sungai Kahayan. Sumber : Get.Borneo.com
Baiklah itu tadi sekelumit cerita yang menjadi behind the scene sebuah cerpen. Dan akhirnya sudah sampai di ujung. See u next time.

Minggu, 12 Maret 2017

cerpen


Makhluk Bernama Nyala

Oleh : PranaNdari

Entah datang dari mana, tiba-tiba saja ia duduk di sampingku tanpa suara. Aku diam. Pun tak menyuruhnya pergi. Tetap sibuk dengan pikiran penuh,  seperti jalanan jakarta, macet.

Ia adalah Nyala.

Aku tahu, ia memperhatikan. Aku tidak peduli. Aku tak mengundangnya. Tak terganggu pula akan kehadirannya. Ia hanya menyimakku dalam diam. Aku tak perlu keberatan.
.
Setiap sore, aku melakukan ritual diam. Duduk di tepian jalan kayu, di depan beranda rumah panggung, mencelupkan kedua kaki ke dalam air sungai Kahayan yang mulai coklat keemasan, memandang jauh ke seberang. Ke belantara otak seseorang.

Aku sudah tidak peduli setiap perkataan orang, " Gadis aneh!"
Kupingku sudah kebal, "Ia sudah gila!"
.
Sore magis tepian Kahayan yang menuntunku.
Aku masih tidak keberatan Nyala menemaniku selama ia diam saja.
Namun, di sore ketiga puluh, ia begitu cerewet,  menawarkan diri sebagai kekasih.
"Aku bisa  memahamimu, Nourma. Aku sedih melihatmu begini. Aku bisa menggantikan posisinya."

Aku menoleh, menatap tajam matanya, berharap ia tetap diam. Ia balik menatap. Sorot matanya sekali tebas, mengurai pengetahuan tentang pikiran dan perasaanku.
Aku memalingkan muka. Menjauh dari tuduhan-tuduhan yang bermunculan di otaknya.

Aku beranjak, meninggalkan Nyala sendirian. Senja telah usai.

***
Bogor, 13 maret 2017


Sabtu, 11 Maret 2017

Pujian Sebagai Feedback Diri

Pujian itu melenakan. Apa maksudnya?
Pujian orang lain yang diberikan kepada kita merupakan ekspresi rasa kagum terhadap fisik, sifat, karakter, tindakan, atau hasil karya kita.

Pujian pada kita adalah salah satu bentuk apresiasi terhadap diri kita. Dan itu adalah sesuatu hal yang wajar. Yang tidak wajar itu apabila pujiannya berlebihan. Menyanjung tiada henti.

Pujian berkedudukan seperti mata pisau. Tajam dan mampu menyayat. Mampu membunuh.
Maksudnya adalah bahwa pujian mampu  merobek jantung pertahanan diri. Pujian membawa diri kita lupa. Terbang melayang hingga ke awan tanpa kendali. Merasa diri paling hebat, lebih hebat. Menumbuhkan euforia dan kebanggaan melebihi batas.

Umumnya kena sayatan pisau itu luka. Luka menimbulkan sakit.  Dan kemudian tahankah kita dengan luka itu?

Di sisi lain, pujian menyayat logika. Membelah belantara akal yang mampu memunculkan kesadaran tentang diri sendiri. Menyadari diri kita itu belumlah apa-apa.

Pandanglah ke atas. Lihatlah ada langit di atas kita. Bertumpuk-tumpuk, tinggi sekali. Itulah lapisan ilmu yang dimiliki orang-orang di luar diri kita. Dan di atas itu semua, ada ilmu tertinggi, ilmu Allah 'azza wa jalla.

Jadi letakkan pujian semestinya saja. Supaya kalau kita terbang tinggi tidak jatuh tiba-tiba. Seperti layang-layang putus, terombang-ambing oleh tiupan angin,  tanpa bisa mengendalikan diri. Terhempas, robek, tersangkut di kabel listrik yang tinggi tanpa bisa melepaskan diri.  Rasanya itu pasti sangat sakit sekali.

Persoalannya kemudian adalah menyikapi rasa sakit yang timbul. Dan sudah di bahas di bersahabat dengan luka.

Baiklah, sikap kita kemudian adalah berterima kasih kepada semua orang yang memuji kita. Kembalikan pujian itu kepada yang paling berhak. Allah yang Maha Tinggi dengan mengucap subhanallah.

Jadikan pujian itu feedback, untuk melihat ke dalam diri, mengenal diri. Who am I.
Semakin sering kita melongok ke dalam, semakin kita mengenal diri kita sebagai ciptaan-Nya yang punya banyak kelemahan. Bukan untuk melemahkan diri tetapi untuk bersyukur kemudian mengubah kelemahan itu menjadi kekuatan.


Bersahabat dengan Luka


Yang namanya konflik dalam diri itu adalah suatu kondisi di mana kamu mau tetapi kondisi tidak memungkinkan atau tidak terpenuhi. Atau kamu tidak mau tetapi kondisi memaksa kamu melakukannya.

Konflik menumbuhkan luka di hati berupa kecewa, sedih, marah, dan sebangsanya. Namun pikiranlah yang akan menata konflik itu sehingga didapatkan hikmah. Pelajaran yang berguna untuk langkah selanjutnya. Jadi tidak perlu berlama-lama merasai konflik. Dan tidak perlu berlama-lama hidup bersama konflik.

Karena judulnya setelah konflik adalah move on. Tinggalkan konflik, bangkit, dan berusaha lagi. Untuk orang yang peka, memang hatinya mudah merasa. Mudah merasa suka, mudah pula merasa luka. Namun, hebatnya seorang yang peka mampu bangkit dari luka, dan berdiri karenanya. Ia mampu bersahabat dengan luka. Seperti puisi berikut, yang saya share juga di FB.

Puisi ini mengenai kesadaran bahwa setiap kita tentu akan merasakan luka di dalam hati. Yang tentu saja rasanya luar biasa, tidak karuan. Mau menghindar bagaimana? Toh, luka itu sedang dialami. Mau ditolak juga sudah terjadi.

Akhirnya, pilihannya adalah menerima luka. Merasakan luka. Seperti apa sakitnya, tentu sekujur tubuh ikut merasakannya. Namun, percaya luka akan sembuh. Itu pasti seperti janji Allah bahwa manusia tidak akan diberi beban melebihi kesanggupannya. Luka kita sudah diukur oleh-Nya. Jadi kita sanggup menanggung luka. Bersahabat dengan luka.


Bersahabat dengan Luka

Aku tahu aku telah roboh
berkeping-keping
Berdentingan seperti kaca pecah
Berserak
Yang serpihannya merobek kulit
Tak hanya luka kecil
Tetapi menggores lebar permukaan kulit
Membelah panjang jaringan lunak di dalamnya
Memerah darah

Meringis saja dan tak perlu menangis
Penahan perih tak terperi

Setidaknya aku menjadi tahu
Juga semakin mampu
Luka yang terjadi bisa kujahit lagi
Tentu meninggalkan jejak bergurat-gurat

Yang lebih pasti
Lukaku akan sembuh
Karena aku mulai berkawan dengannya
Bersahabat dengan lukaku sendiri
***

#dilarangpahamhehe

Kamis, 09 Maret 2017

Menjadi Kebal Akan Luka


"Kita kuat karena mau merasai setiap luka yang menggores kulit. Menjadi kebal hingga tak merasanya sebagai kepedihan."

Air...telah menemukan jalurnya, mengalir dari hulu ke hilir, bermuara ke lautan lepas. Lautan lepaaaas.

Dan di rumahnya yang terakhir, ia terus bergerak. Partikel yang tak pernah diam.
.
Paragraf di atas adalah gambaran bahwa setiap kita masih terus mencari, siapa diri kita.
Apa terlihat galau?

Perjalanan hidup kita adalah tumpukan pelajaran. Setiap peristiwa yang melibatkan kita merupakan pengajar jiwa, raga, dan pikir kita hingga mendapatkan kedudukan lebih tinggi dari keadaan semula. Mendapatkan pemahaman yang lebih dalam. Mengupas sebuah peristiwa tidak sekedar yang kasat mata.

Melihat tidak seperti yang terlihat saja. Sehingga kita tahu ada maksud Allah di setiap peristiwa yang diberikan pada kita. Agar mata kita membuka lebih lebar, agar hati kita merasa lebih dalam, agar otak kita berpikir lebih dalam.

Maka, jangan terburu-buru mengumpat atau mengomel. Perhatikan, rasakan, dan pikirkan peristiwa itu hingga kita peroleh makna besar yang disampekan Allah pada kita.

Kita mendqpatkan sakit dari peristiwa itu, rasakan agar kita mengerti seperti apa rasa sakit itu.
Kita mendapat lelah, rasakan lelah itu agar kita memahami seperti itu rasanya kelelahan.
.
Ada kenikmatan di balik setiap sakit dan lelah. Kenikmatan yang kita rasa setelah kita mampu merasakan sakit dan lelah adalah bonus tak terhingga.
Hingga kemudin kita mampu menemukan jati diri kita yang kokoh, teruji,  dan bernilai. Harga diri kita meningkat ke ketinggian dataran tinggi menuju puncak.
Dan dari puncak kita akan turun untuk memulai pendakian berikutnya. Dan kita lebih waspada karena telah mendpat satu bekal untuk mendaki. Waspada karena setiap medan ada resiko yang tidak kasat mata.


Kita...akan terus bergerak. Karena berrgerak merupakan tanda kita masih bernyawa.

Selasa, 07 Maret 2017

Menuju Titik Tujuan

Menuju titik tujuan.
Untuk membangun komuniti diperlukan satu visi dan misi. Visi yang akan menyatukan langkah kita. Misi yang akan membimbing kita.

Ketika saatnya bergerak nanti. Kita perlu mundur sejenak kemudian meluncur maju, berpencar, menyampaikan misi dan begitu seterusnya.

Visi dan misi membuat kita lebih percaya diri karena menjadi gambaran langkah hidup.
Seperti seseorang yang melakukan perjalanan, visi ibarat tempat yang hendak kita kunjungi. Misi ibarat peta menuju tujuan.

Hidup kita tidak akan terhenti sampai di situ.  Karena kita punya banyak misi yang harus ditunaikan satu per satu. Selesai melakukan satu perjalanan, tentu akan ada dorongan untuk melakukan perjalanan berikutnya.
.
Setiap kita ada kekurangan dan kelebihannya. Lalu mengapa seseorang bisa menonjol kelebihannya?
Karena orang tersebut terus berpusat pada kelebihan tanpa mengabaikan kelemahan. Kelemahan baginya bukan penghambat tetapi sebagai titik tolak untuk mengetahui kelebihannya.

Kelemahan menjadi bahan diskusi, sumber bahasan untuk menemukan celah-celah yang bisa dikuatkan. Nah, dari situlah kekuatan itu bermula.

"Mengenali kelemahan untuk menemukan kekuatan diri."

Minggu, 05 Maret 2017

Orang Baik


"Selalu saja ada orang baik di sekitar kita."

Bahkan saat kita tidak tahu siapa dia atau dimana dia.

Terkadang tidak sampe ke nalar saya, bagaimana bisa mereka meluangkan waktunya untuk membantu kita atau memperhatikan kita dengan tulus. Walaupun tak ada kata 'tolong' dan atau 'minta' sedikitpun dari mulut kita.

Kadangkala saya membiarkan mereka berbuat baik atau memperhatikan sebagai bagian dari amal mereka.

Mungkin mereka inilah para calon penghuni surga.  Orang-orang yang punya intuisi tajam sehingga hatinya bening seperti kaca.
.
Hukum alam atau sunnatullah mengatakan bahwa ada sebab ada akibat. Ada akibat pasti karena sebab.

Kehidupan ini saling terkait satu dengan yang lain. Seperti halnya kebaikan. Kebaikan kita tentu akan berbalik kepada diri kita sendiri. Kebaikan yang sudah menjadi prinsip hidup tentu akan begitu saja diterapkan di mana saja orang tersebut berada. Karena sudah menjadi bagian dari sikap hidup maka ia tak memikirkan alasan untuk berbuat baik.

Tentu orang seperti ini mempunyai simpati dan empati yang tinggi.
Apa itu simpati dan empati?

Simpati  adalah perasaan  belas kasih kepada sesworang. Sementara empati adalah simpati yang diwujudkan dengan uluran tangan. Sampai kepada melakukan sesuatu yang diperlukan.

"Percaya bahwa selalu ada orang baik di sekitar kita. "

Kamis, 02 Maret 2017

Memahami Candu

Di perjalanan, saya melihat seorang bapak setengah baya. Wajahnya serius memperhatikan lalu lalang kendaraan. Rupanya ia ingin bergabung dengan arus dengan arah yang berlawanan.

Ada yang agak lucu dari bapak itu yaitu asap putih yang agak tebal keluar dari kedua lubng hidungnya. Saya ko sempet tertawa. Entahlah saya menertawakan apa ya?

Yang jelas pikiran saya segera beralih ke ingatan tentang cerita naga berapi. Gambarannya kurang lebih seperti itu.
.
Hmmm, maaf Pak. Saya sebenarnya ingin berbicara tentang asap itu. Asap rokok.
Bagaimana rasa asap di dalam hidung? Apa tidak panas seperti kita menghirup asap pembakaran? Sampah misalnya.

Apakah ada manfaatnya menghirup asap itu? Apa kandungan asap itu?

Seorang kawan pernah bercerita, ia menghisap rokok karena membantunya berpikir. Jadi ketika belum merokok ia sulit konsentrasi. Kalau sudah seperti ini namanya candu. Harus ada, harus iya.

Dan rupanya pula, merokok bagi sebagian orang menjadi pengalihan. Obat atas sepi yang dirasa. Hehe....

Ehm...candu ini tak hanya merokok lhoh, minum kopi, makanan tertentu, melakukan hal-hal tertentu entah bersifat positif entah bersifat negatif. Bila kita sudah ketergantungan dengannya, seolah tak bisa hidup atau bersemangat karenanya. Itu tanda kita sudah kecanduan. Namun, kabarnya yang namanya candu itu berdampak negatif lho. Ya karena ada kata 'harus'. Kan berabe kalau kita 'harus' sementara secara kondisi tidak mungkin. Gelisah, resah, tidak fokus, dan kawan-kawannya. Jadi kalau masih bisa mengendalikan, tentu bukan candu namanya.

Mengapa kita bisa kecanduan? Karena candu itu menikmati kenikmatan, meberi kesenangan, membius, dan melenakan.

Ada baiknya kita tahu apa itu candu menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (kbbi) berikut ini. Berupa screenshoot ya! Hehe, maafkan!


Kecanduan membuat kita tak bisa lepas darinya. Syaraf kita sudah terpola, terbiasa menikmati candu tersebut. Kendalikan diri kita agar suatu ketika, saat candu itu tak lagi menemani kita atau kita tak lagi boleh menikmati candu, kita tetap waras.

Lalu bagaimana bisa mengatasi candu?
Sulit...tetapi bisa. Asal mau. Putus hubungan secara perlahan dengan objek penyebab candu.  Bertahap dengan mengurangi frekuensi atau konsentrasi. Letakkan candu pada tingkatan wajar. Masih terkendali.

Mau...mau...mau...maka mengalahkan semua yang tidak. Termasuk candu itu.

Kita bisa mengendalikan semua keinginan, perasaan, dan tndakan kita dengan  kendali otak. Maka semua bisa menjadi normal dan wajar.

Rabu, 01 Maret 2017

Ambil Manfaat di tiap sesi kehidupan kita

Hampir setiap hari saya melalui jalanan komplek yang masih sepi, nyaman, dan teduh. Masih banyak pohon-pohon di sekitar komplek. Menjadikan cuaca Bogor lembab. Jalanan masih rapi karena tergolong baru. Tentu saja berharap jalanan kan terjaga sepereti itu terus selamanya. 

Melewatinya saja membuatku senang. Rasanya bersyukur banget tinggal di Bogor timur yang masih adhem. Perasaan bawaannya juga ikutan adhem. Beda banget sama suasana Jakarta yang terkesan panas baik dari cuaca maupun suasananya.

Saya tinggal di Jalarta selama 6 tahun persis. Dan selama itu aku juga jatuh hati dengan Jakarta. Karwna ada kehidupan apa adanya di sana. Namun suasana sesak dan panas membuat saya juga ingin pindah ke tempat yang lebih nyaman. 

Bukankah tempat kita tinggal mempengaruhi suasana hati kita. Dan suasana aktivitas keseharian kita juga terpengaruhi oleh suasana hati.

Meski harus kita sadari, kehidupan kita tetap dikendalikan oleh akal pikiran kita. Suasana hatipun dipengaruhi oleh cara berpikir kita.

Setelah jalan nyaman komplek, saya melalui jalanan rusak, lubang-lubang cukup dalam dan rapat. Sebagian sudah ditutup dengan batu-batu oleh warga setempatEhm, menurutku mereka itu karang taruna atau sekelompok tukang ojek, karena ada tempat mangkal ojek di dekat situ. Atau entahlah

Jalan rusak itu panjangnya sekitar 500 meter saja. Ini jalanan yang selalu penuh kendaraan. Kalau boleh dibilang macet. Setelah itu saya melalui jalanan narogong untuk bisa sampai ke sekolah tempat anak-anak saya menimba ilmuJalanan narogong merupakan arah Jakarta-Bogor/Bandung. Kebayang kan padatnya seperti apa?
Masih mending kendaraan pribadi. Ini banyak truk-truk besar yang melintasi. 

Saya berkendara roda dua. Membawa tiga anak sekaligus. Kebayang ngga kondisi jananan yang saya lewati di kala hujan deras?

Luar biasa bukan? 
Itulah yang setiap hari saya lakukan. Dan saya menjalaninya dwngan senang hti. Menganggapnya sebagai petualangan yang menghibur. Namun di saat sampai rumah, rasa lelah dan pegal itu timbul.

Semangat seperti menurun. Apa karena di rumah agak santai, fleksibel, kurang dikejar deadline? Apa saya kurang tantangan?

Repotnya lagi, saya jenis yang sering kehilangan selera makan.  Jarang merasa lapar. Tahu-tahu lemas dan pusing. Apa simptoms lapar sudah berubah?

Selama ini saya memaafkan diri sendiri untuk membiarkannya. Yang terpenting keisi makan saat lapar mendera. Setelahnya cukup.

Mengapa? Saya sudah tahu jawabannya. Karena saya sibuk, sibuk memikirkan banyak hal yang berseliweran melalui mata dan pendengaran saya.

Maka saya menuliskannya supaya bisa saya baca setelahnya. Dampaknya apa?
Saya melihat struktur kalimat saya membaik. Alur cerita pun mulai jelas. Paragraf pun mulai bermakna.

So, "Ambil manfaat dari segala hal yang hadir dalam kehidupan kita."

Kucing

Hanya terdengar dengung kipas angin yang menempel di tembok, detak jantung jam dinding, bunyi kemeruyuk di dalam perutku, dan tarikan napask...