Minggu, 12 Maret 2017

cerpen


Makhluk Bernama Nyala

Oleh : PranaNdari

Entah datang dari mana, tiba-tiba saja ia duduk di sampingku tanpa suara. Aku diam. Pun tak menyuruhnya pergi. Tetap sibuk dengan pikiran penuh,  seperti jalanan jakarta, macet.

Ia adalah Nyala.

Aku tahu, ia memperhatikan. Aku tidak peduli. Aku tak mengundangnya. Tak terganggu pula akan kehadirannya. Ia hanya menyimakku dalam diam. Aku tak perlu keberatan.
.
Setiap sore, aku melakukan ritual diam. Duduk di tepian jalan kayu, di depan beranda rumah panggung, mencelupkan kedua kaki ke dalam air sungai Kahayan yang mulai coklat keemasan, memandang jauh ke seberang. Ke belantara otak seseorang.

Aku sudah tidak peduli setiap perkataan orang, " Gadis aneh!"
Kupingku sudah kebal, "Ia sudah gila!"
.
Sore magis tepian Kahayan yang menuntunku.
Aku masih tidak keberatan Nyala menemaniku selama ia diam saja.
Namun, di sore ketiga puluh, ia begitu cerewet,  menawarkan diri sebagai kekasih.
"Aku bisa  memahamimu, Nourma. Aku sedih melihatmu begini. Aku bisa menggantikan posisinya."

Aku menoleh, menatap tajam matanya, berharap ia tetap diam. Ia balik menatap. Sorot matanya sekali tebas, mengurai pengetahuan tentang pikiran dan perasaanku.
Aku memalingkan muka. Menjauh dari tuduhan-tuduhan yang bermunculan di otaknya.

Aku beranjak, meninggalkan Nyala sendirian. Senja telah usai.

***
Bogor, 13 maret 2017


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kucing

Hanya terdengar dengung kipas angin yang menempel di tembok, detak jantung jam dinding, bunyi kemeruyuk di dalam perutku, dan tarikan napask...