Jumat, 16 Maret 2018

Kau percaya cinta?

Kau masih percaya cinta?

Aku ... tidak lagi. Karena cinta yang dalam telah menyakitiku. Membiarkanku jatuh begitu saja. Tanpa ia mau menggenggam tanganku untuk menolong atau menoleh sekedar melihat.

Karena cinta yang dalam telah menghinaku. Memandang rendah diriku seolah aku hanya seonggok sampah.

Karena cinta yang dalam membuatku mengemis. Menjadi orang hina.

Aku
Tak lagi percaya cinta itu ada

Karena dengan cepat cinta telah  menjadi monster. Merongrong hidupku yang bahagia menjadi keburukan watak.

Aku tak lagi percaya
Karena cinta yang dalam telah mati
Seperti matinya ruh di dalam tubuh





Selasa, 13 Maret 2018

Stranger in the night (Lelaki yang hidup di dalam mimpi)












Sudah seminggu Nara Ratih tidur cepat-cepat. Ia menolak semua ajakan hangout teman-temannya. Mematikan hand phone, dan menggantungkan tag 'don't disturb ' di pintu apartemennya.

Tentu saja teman-temannya heran melihat perubahan Nara yang jadi penyendiri. Namun, selama itu mereka tak banyak bertanya. Dan Nara pun tak pernah bercerita.

Hujan turun hanya di malam hari, bekerja sama dengan lelap.

Nara sudah menunggu di bangku taman, di bawah terang bulan yang temaram. Dan lelaki itu datang lima menit kemudian dengan pakaian yang sama dengan malam-malam sebelumnya, pakaian pengantin, jas dan pantalon dengan hem putih.

Lelaki itu tersenyum, tanpa sepatah kata ia mendekat, memeluk pinggang Nara dan menarik tubuhnya hingga tak ada jarak antara keduanya. Suhu tubuh Nara menghangat, napasnya menderu lebih cepat ketika bibir lelaki itu bermain dengan bibirnya, berpindah ke  telinga, ke leher kemudian turun ke dadanya. Nara tenggelam ke dasar samudra. Ia membiarkan mulut lelaki itu memakan setiap inci tubuhnya.
Gelapnya malam menyelimuti tubuh kedua insan, membiarkan mereka memainkan sebuah simfoni lagu rindu. Gerakan tubuh mereka seperti dua bayangan penari balet. Menjauh, dari dua bayangan kemudian melekat menjadi satu bayangan saja.

Sementara hewan-hewan malam menahan napas dan suara mereka, bersembunyi di liang-liang. Angin berhembus perlahan memberi kesejukan.

Tepat di kokok pertama ayam hutan, bayangan itu membelah menjadi dua tubuh kembali. Lelaki itu bergegas pergi setelah merapikan pakaiannya kemudian menghilang di balik gelap malam.

Nara terbangun dengan napas terengah-engah, dengan gugup ia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang telanjang. Rambutnya yang panjang kusut masai. Ia memandang sekeliling, masih remang-remang. 30 menit lagi matahari baru akan muncul. Ia memunguti pakaiannya yang terlempar ke lantai dan merapikan sprei yang acak-acakan.

Nara mandi dengan air hangat. Tubuhnya kini terasa lebih santai. Ia duduk di atas kursi dengan melipat kaki. Menikmati pagi dengan meminum kopi susu sambil memandang suasana di luar jendela kamar apartemennya yang pelahan-lahan terang benderang menerangi kamarnya.

Pertanyaan kembali hinggap di benaknya. Siapa gerangan lelaki yang menemaninya setiap malam, dari mana dan mengapa.

Nara bangkit dari duduk. Bersiap pergi ke tempat kerja. Senyum tipis terlihat di bibirnya. Sesaat kemudian ia tak peduli siapa lelaki yang mendatanginya tiap malam dalam mimpinya itu. Ia berterima kasih membantunya melawan sakit di hatinya.

Kucing

Hanya terdengar dengung kipas angin yang menempel di tembok, detak jantung jam dinding, bunyi kemeruyuk di dalam perutku, dan tarikan napask...