Cara kita menolak atau menerima tentu saja menimbulkan konsekuensi.
Andai menerima itu menyederhanakan cara hidup kita tetapi menjadi datar-datar saja mungkin kita bisa memilih menolak dengan kejutan-kejutan yang terjadi namun berdampak pada pemahaman dan peningkatan diri.
Lalu, aku ingat ketika dahulu aku protes pada Tuhan. "Tuhan, mengapa Kau beri aku keadaan yang lebih jelek dari mereka? Lebih tidak berharta, lebih tidak berilmu, lebih kampungan? Yang menyebabkanku tidak mendapatkan bahagia lahir yang sama dengan mereka?"
Saat itu aku hanya bisa mencerca keadaan, marah tanpa alasan yang jelas. Aku ingin tahu tetapi tidak tahu mesti bagaimana. Seperti bola bekel yang berputar-putar di dalam gelas dan tidak bisa ke luar. Kebayang nggak?
Bukan salah bunda mengandung, bukan pula salah ayah membesarkan. Setiap orang dibebani kehidupan sesuai dengan kesanggupannya. Untuk dipikirkan, dicarikan jalan keluar, dan dinikmati. Tidak ada yang salah dari kehidupan. Karena hidup ini sama misterinya dengan diri kita.
Bukan salah bunda mengandung, bukan pula salah ayah membesarkan. Setiap orang dibebani kehidupan sesuai dengan kesanggupannya. Untuk dipikirkan, dicarikan jalan keluar, dan dinikmati. Tidak ada yang salah dari kehidupan. Karena hidup ini sama misterinya dengan diri kita.
Lalu aku mencari, apa maksud Tuhan dengan semua keadaan ini. Ah, pencarian yang sungguh lama dan menghabiskan seluruh hidupku. Bahkan hingga kini belum tuntas pemahamanku tentang maksud Tuhan.
Setidaknya kini aku bisa menggarisbawahi hidupku dengan tinta merah, "Do what you think right. Feel by heart, think by mind obviously. Finnally, when you find yourself so you will understand your life."
That's it.
Now is now not the past or future.
And life is like a wave, rolling up and down.
And life is like a wave, rolling up and down.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar