Kamis, 15 September 2016

Ke luar dari cangkang

Sempat nonton acara Dedy Corbuzier, "Hitam Putih", tentang difabilitas yang ditayangkan pada 15 September 2016. Acara ini mengundang tamu Surya Sahetapy, anak ketiga Dewi Yull-Ray Sahetapy.

Selain itu bintang tamu yang lain adalah Triono, penyandang difabel yang menciptakan aplikasi ojek online bertujuan untuk melayani difabel-difabel yang lain.Namun sementara ini kawasan cakupannya baru sekitaran jogja, rencana ke depan ekspansi ke kota-kota lain terutama yang ada tempat wisatanya. Idenya menarik, berawal dari terpaksa karena butuh.
Ia butuh bekerja, ia butuh kendaraan spesifik, dan ia butuh mobilitas.

Kemudian ia melakukan aksi, memodifikasi motor supaya bisa digunakan oleh difabel yang bertugas sebagai driver. Adapun motor modifikasi ini spesifik untuk masing-masing drivernya. Disesuaikan dengan kebutuhannya.

Sementara, Surya adalah satu dari sekian contoh penyandang difabel yang yang masih belia, yang berhasil memberi kita orang yang secara fisik sempurna tertohok karena dengan keterbatasan fisik ia mampu melakukan hal-hal hebat.
Semasa TK, ia menjalani 5 tahun. Tiga tahun di TK umum, 2 tahun berikutnya sekolah luar biasa untuk terapi bicara.

Ia mampu mendengar bila suara tersebut mempunyai amplitudo sebesar 100 db. Sebesar siara bising mesin bor. Sementara percakapan normal manusia hanya sekitar 60 db. Surya menggunakan alat bantu dengar namun alat yang ditaruh di telinganya itu hanya bertindak sebagai pengeras suara saja. Maka ia merasa lebih nyaman menggunakan bahasa isyarat. Sementara bila berbicara dia merasa berat, berfikir keras dan harus memperhatikan gerak bibir lawan bicara untuk mudah memahami.
Saat nonton film kecenderungan nonton film dari luar negri yang menyediakan subtitle, sementara semisal nonton acara TV indonesia, ia tidak bisa memahami karena tidak mengerti yang dibicarakan.

Seorang Surya adalah pemuda yang patut dibanggakan. Prestasinya hampir bisa menyamai orang sempurna secara fisik. Dia menjadi pemain sepak bola terbaik penyandang difabel dan menjadi wakil pertukaran pelajar ke Amrik dalam acara mempelajari perkembangan difabel di negri tersebut.

Dari dua contoh di atas, kita bisa mendapatkan pelajaran bahwa mereka itu adalah orang-orang yang pandai bersyukur. Mereka bisa mengenal dan memahami diri mereka apa adanya. Mengupayakan kualitas lebih dari keterbatasan fisiknya.

Sejatinya seseorang bisa ke luar dari keterbatasan karena mampu mengeluarkan jiwa dan pikiran dari bungkus. Mereka sanggup berpikir dan bertindak melampaui cangkang keterbatasan. Itulah kekuatan pikir dan jiwa.

Maka, sebaiknya...
Jangan membenci keterbatasan tetapi pikirkanlah bagaimana caranya supaya kita bisa melakukan lebih banyak dan lebih baik.
Bagaimana kita tetap bisa memenuhi kebutuhan dan keinginan dengan keterbatasan yang kita miliki.
Keterbatasan di sini bisa meluas maknanya tidak semata keterbatasan fisik. Bisa saja keterbatasan materi, keterbatasan koneksi, keterbatasan fasilitas, dan sebagainya. Bisa apa saja.
Mengupayakan cara berpikir kita ke luar dari cangkang.
Kenali, adaptasi, dan akrabi.

Menurut saya, saat kita menerima diri apa adanya, kita akan mengenal siapa sebenarnya kita. Dengan demikian kita akan mampu memenuhi apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan kita.

Menerima diri apa adanya adalah bentuk dari bersyukur. Bersyukur akan membuka pintu rezeki, permasalahan mudah diselesaikan, hati lebih tenang, dan pikiran lebih jernih.

Jangan menyerah oleh keterbatasan. Pasti ada jalan. Mungkin pepatah ini bisa jadi pedoman, "Tak ada rotan, akarpun jadi."

And if we could do more, so why not?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kucing

Hanya terdengar dengung kipas angin yang menempel di tembok, detak jantung jam dinding, bunyi kemeruyuk di dalam perutku, dan tarikan napask...